Menulis semaunya, se-mood-nya, sesempatnya, dan seadanya saja. Jadi silahkan baca sesukanya.
Thursday, July 7
{Rudy Habibie}. Satu Lagi Film Indonesia Berkualitas.
{Rudy Habibie}
Ini pertama kalinya saya nulis review film dan masukin ke dalam blog pribadi. Apalagi untuk sebuah film Indonesia yang terus terang sejak dulu saya lebih banyak skeptis nya ketimbang niatan untuk nonton. Termasuk Habibie & Ainun (part 1) yang tidak sempat saya tonton di bioskop saat itu. Tapi bagaimanapun juga tetap aja gak menyurutkan niat menonton {Rudy Habibie}. Perasaan saya bilang film ini pasti beda.
Deretan cast nya memang salah satu yang paling mendorong minat saya untuk menonton.
Reza Rahadian sebagai ujung tombak didukung The Hilarious Trinity, Pandji Pragiwaksono, Ernest Prakasa, dan Boris Bokir yang sejak awal saya kenal Stand Up Comedy sudah jadi komik andalan. Dan 'bonus' nya seorang Chelsea Islan yang cantiknya ajaib itu.
Couldn't ask for more than that.
Dan finally, seminggu yang lalu, tepatnya sehari setelah premier nya, saya berkesempatan membayar rasa penasaran ini.
Dibuka dengan cerita masa kecil Rudy sudah bikin saya excited. Yup, setting-nya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Saya sebagai putra asli Sul-Sel sudah pasti senang dan bersemangat tiap liat daerah saya masuk TV (apalagi film bioskop) :)))
Tentu saja karena ceritanya di tanah Bugis, saya menunggu dialek-dialek khas Bugis dari para aktornya. Sayangnya walaupun saya sudah benar-benar pasang kuping, tetap aja gak bisa nangkap banyak, kecuali di satu adegan waktu Donny Damara (pemeran Alwi Habibie, ayahanda Rudy) sukses ngeluarin 'tarikan-tarikan' logat Bugis di akhir dialognya. Ahhhh, lega dengarnya.
Sampai akhirnya sang ayahanda meninggal saat mereka shalat berjamaah dan Rudy kecil dengan ketegaran luar biasa mengambil alih posisi sebagai imam. Adegan ini bikin mata cuma bisa berkaca-kaca, dada sesak, dan mulut saya berucap, "keren gila ini film....."(1)
Rudy yang beranjak dewasa akhirnya berkuliah di luar negeri. Perjuangan Rudy dimulai dengan mencari 'kos-kosan' sebagai tempat tinggal di Aachen yang berakhir dengan manis sekaligus lucu dan tentu saja brilian. Rudy resmi mempertunjukkan kejeniusannya di hadapan pasangan suami isteri pemilik rumah. Langkah awal sebelum akhirnya disaksikan seluruh Eropa, bahkan dunia.
O iya, jangan kelewatan adegan di cafe saat Rudy pertama kali berkenalan dengan teman-teman kampus dari Indonesia dan kemudian dikerjain untuk pesan makanan. Liat gimana otak seorang Rudy Habibie bekerja. :)
Yang tidak saya sangka-sangka sebelumnya ternyata ada beberapa adegan yang berhasil menguras emosi dan cukup membuat mata berkaca-kaca.
Seperti di awal-awal Rudy berkuliah dan mulai struggle dengan finansial, Adegan photo booth sewaktu Rudy telponan dengan ibunya itu benar-benar bikin heartbreak. Dalam hati ngucap lagi, "keren gila ini film...." (2)
Tidak bermaksud spoiler tapi ada salah satu adegan paling memorable yang bikin saya bergetar sampe geleng-geleng kepala, tersenyum, dan mata berkaca-kaca (lagi), waktu Rudy saking depresinya dan butuh berdoa tapi gak dapet masjid dan pada akhirnya masuk ke gereja. Ada narasi dari Rudy yang kurang lebih berkata, "Ya Allah, maafkan saya. Bila bangunan ini dibuat oleh orang-orang yang mencintaiMu, dan saya juga mencintaiMu, ijinkanlah saya untuk mendoakan keluarga saya disini dengan cara saya sendiri....". Lalu kemudian dia mengambil salah satu bangku gereja dan shalat dengan posisi duduk. Ini epic sangat!
Dan lagi-lagi mulut saya berucap, "keren gila ini film....." (3)
Konflik-konfilk dalam film ini akan banyak menarik kalian ke dalamnya. Melihat bagaimana Rudy berhadapan dengan tantangan untuk mencapai impiannya itu kadang bikin deg-degan. Dijamin gak akan pernah bosan dari awal sampai akhir.
Dari sisi karakternya, saya benar-benar takjub dengan bagaimana Reza Rahadian 'menjelma' menjadi sosok Pak Habibie muda. Emang gokil ini orang. Cara bicara, gesture dan facial expression nya dalam meniru Habibie bikin saya tercengang. Habibie muda yang jenius, idealis, dan kadang songong itu bikin ngeri-ngeri sedap liatnya. Saya yang sejak dulu familiar dengan Habibie versi 'tua' jadi terwakili imajinasinya tentang Habibie di masa muda. Setelah sebelumnya sempat juga nonton Reza di My Stupid Boss ditambah lagi dengan film ini, saya semakin angkat topi dengan skill acting nya. Mantap!
Akting pemeran-pemeran lain juga gak bisa dikesampingkan begitu saja. Chelsea Islan yang cantiknya gak manusiawi itu sukses berperan sebagai Ilona Ianovska, gadis yang sempat mampir dalam kehidupan Rudy Habibie, dengan dialog bahasa Indonesia nya yang berbalut aksen Jerman + Polandia.
Pandji, Ernest dan (kecuali) Boris Bokir dengan warna abu-abu bakso-nya itu ternyata mumpuni juga aktingnya dalam peran serius. Jempol!
O iya, gak kelewatan juga Indah Permatasari, pemeran Ayu si putri keraton yang aktingnya di awal film sejuk diliatnya, terus makin ke tengah makin ngeselin, dan akhirnya kembali menyenangkan menjelang akhir.
Yang pasti semua aktor bermain mantap lah di film ini.
Terakhir, audio visual di film ini juga cakep. Pengambilan gambar tiap adegan benar-benar memanjakan mata, khususnya saat di area outdoor, gedung-gedung indah ala Eropa kuno di Kota Aachen sukses bikin ngiler pengen kesana.
Soundtrack nya juga bagus, sangat pas mewakili tiap adegan. Yang seru makin seru, yang mellow makin bikin....ah begitulah. Dengar-dengar sound director yang diajak kerjasama sudah menangani banyak film-film Hollywood. Well, no wonder lah yaaaa.
So overall, film ini mungkin akan jadi salah satu film Indonesia paling keren di tahun ini. So silahkan ditonton, mumpung masih beredar di bioskop. And prove me right.
Cheers!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment