Saturday, March 10

Gunung Agung dan Pengalaman Hidup



Hari ini genap seminggu setelah perjalanan dan petualangan yang takkan saya lupakan seumur hidup,pengalaman di dalam agungnya Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali.

Hari itu,Sabtu siang,tanggal 4 Maret 2012.
Saya dan tim berjumlah 9 orang sudah mengecek perlengkapan dan perbekalan...semua ok!
Tepat jam 2 siang kami bergerak menuju Pura Besakih, starting point kami untuk memulai pendakian.

Jam 3.30 kami tiba disambut hujan,yang walaupun tidak cukup deras tapi membuat perasaan agak tak nyaman. Jas hujan dipakai,dan kami pun bergerak. Melewati kompleks Besakih,jalan masih beraspal dan menanjak. 10 menit brjalan kami tiba di sebuah Pura kecil untuk melakukan sembahyang bagi rekan2 kami beragama Hindu. Kesempatan itupun kami sempatkan,yg non-Hindu utk bersama berdoa.

Semua beres,perjalanan dilanjutkan,kami memasuki semacam area perkebunan dgn jalur paving block yang rupanya berujung di sebuah Pura lagi. Selepas dari Pura itulah kami memasuki kawasan hutan tropis Gunung Agung,ditemani hujan,kabut,dan udara dingin kami menapaki jalur kecil yg curam dan menanjak.

Jam demi jam berlalu rute yg dilalui semakin berat. Hujan tak jg berhenti,udara semakin dingin,dan langit mulai gelap. 6 jam sudah berlalu,tanda2 camp point masih blum terlihat. Kelelahan,ngantuk,dan lapar bikin perasaan makin tak karuan. Makan malam sengaja kami tunda sebelum tiba di camp point nanti. Alhasil,hanya dgn beberapa teguk air dan makanan ringan stiap persinggahan tdk cukup untuk mengisi tenaga.

Puncaknya,sekitar jam 22.30,senter yg sy pegang tiba2 mati,alhasil sy harus brjalan hnya dengan bantuan cahaya remang2 dr senter teman di depan dan belakang yg brjarak sekitar 2.5 meter. Dan musibah itu datang...

Kemungkinan pengaruh lelah dan ngantuk,ditambah penerangan yg tak maksimal,di sebuah tanjakan sy menghindari menapak pada batu yg tinggi d sebelah kiri dan memilih menginjak tanah yg keliatan lbh landai d sebelah kanan di bibir jurang.

Saya tdk sadar kalo ternyata itu bukan tanah padat,dan tiba2 sj langsung runtuh,menyeret saya jatuh ke dalam jurang,saya masih sempat melihat teman saya yang berusaha menolong,tp hanya jas hujanku saja yg berhasil diraih.

Saya semakin jauh terperosok,tanah tempat saya untuk pegangan semuanya runtuh,mungkin pengaruh basah karena hujan. Saya sempat terguling 2x kebelakang karena hilang keseimbangan. Saat saya sudah putus asa tiba2 saya meraih sebatang pohon yang tumbuh di dinding jurang itu (sudah seperti adegan film aja)

Saya akhirnya bertumpu dan berpegangan di batang pohon itu.
Masih hidup...

Saat itulah saya melihat ke atas dan mengukur sepertinya saya jatuh sedalam 10 meter. Saat itu pulalah saya menyahuti teriakan teman2 yang dari tadi memanggil namaku. Saya pun menyadari klo saat itu berada di antara hidup dan mati. Setiap saat dahan tempat saya berpijak ini patah,saya pasti akan jatuh semakin dalam ke jurang yang dibawahnya itu gelap gulita. Saya menoleh ke bawah dan tak berani berpikir apa yang ada di sana.

Saya mulai menguatkan diri,tentu saja saya sadar kekuatan itu bukan asalnya dari saya,hanya DIA yang mampu memberikan itu pada saya. Tak hentinya saya menyebut dan memohon kepada Tuhan untuk tidak meninggalkan saya,untuk tetap memegang tangan saya di dalam sana.

Tak ada tali yang kami siapkan dalam pendakian itu,jalan satu2nya hanya dengan menggapai jas hujan yang diulur oleh teman saya. Masalahnya jas hujannya gak sampai meraih lokasi jatuh saya,dan itu memaksa saya untuk menapak naik untuk meraih si jas hujan.

Untungnya saya jatuh di di daerah tanah gembur jadi mengurangi resiko terluka,dan saat itu saya sadar klo saya tidak terluka sama sekali,ada sich,cuma luka lecet kecil di lutut. Sialnya saya jatuh di tanah gembur,tanahnya jadi rentan longsor dan tidak bs dijadikan pegangan untuk menapak naik karena gerakan sedikit saja sudah bikin tanahnya runtuh.

Untunglah ada sedikit celah dan saya perlahan-lahan bs menapak naik. Saat akhirnya bisa meraih ujung jas hujan itu,disitulah keberanian dan kekuatanku dipertaruhkan. Kalau pegangan saya terlepas atau jas hujannya sobek sdh bs dipastikan saya akan jatuh semakin jauh ke bawah.

Setelah saya merasa siap,dgn segala daya saya berpegangan dan mengangkat tubuhku,sembari ditarik sama teman.Berhasil...

Entah darimana asalnya kekuatan itu,tapi yg pasti saya berhasil lolos dari jurang itu. Tak henti2nya saya mengucap syukur pada Tuhan untuk pertolongan-Nya melalui teman2 saya. Tak satu katapun terucap dari kami saat itu,hujan,dingin,rasa lelah dan lapar seketika musnah. Masih membayangkan musibah yg menimpa tadi.

Akhirnya setelah berdiskusi kami memutuskan tidak meneruskan pendakian dan memutuskan membangun camp di sekitar situ. Mental dan tenaga sudah tidak ada lagi. Dan akhirnya kami sukses melewati malam itu hanya beberapa ratus meter lg sebelum puncak Gunung Agung

Esok harinya disambut dengan matahari yg bersinar cerah,pemandangan dr tempat kami membangun camp pun sudah sangat indah,kami sudah cukup bersyukur mampu sampai di titik ini. Terlebih saya,yg begitu bahagia dengan hidup yg masih diberikan oleh Tuhan untuk menikmati indah ciptaan-Nya. Kami sudah bangga dgn pencapaian ini. Kali ini kami mungkin ditaklukkan oleh Gunung Agung, tapi kami berjanji suatu hari akan datang lagi dan menaklukkannya.

Published with Blogger-droid v2.0.4

Why AC Milan...??


Saya tergerak untuk menuliskan tentang sebuah klub paling prestisius dan tersukses se-jagad raya ini. Apalah artinya saya menganggap diri seorang Milanisti kalo saya tidak mempunyai waktu, walaupun sedikit, untuk sekedar menyingkap alasan saya begitu mengagumi si Rossoneri ini.

Saya tidak perlu menjelaskan dengan detail, sudah banyak yang tau, setidaknya pernah mendengar tentang klub sepakbola asal Italia ini. Klub yang identik dengan warna kebesara merah-hitam yang sekali lagi adalah klub terrsukses dengan koleksi trophy di hampir smua komepetisi bergengsi benua Eropa bahkan seluruh dunia.

Kali ini saya tidak akan membahas lebih dalam tentang AC Milan, tapi ingin sedikit bercerita tentang bagaimana saya bisa sampai begitu mengidolakan dan mencintai klub ini.

Saya dilahirkan di keluarga dari seorang ayah yang sangat menyukai sepakbola. Si ayah waktu mudanya sangat gemar bermain bola, bahkan sampai saya lahir dan menginjak sekolah pun beliau masih sering bermain sepakbola dengan teman2 kantornya.
Saya sendiri tidak tau dan tidak mau tau apa klub sepakbola favoritnya, maklum anak kecil, hanya lebih suka main bola aja. Tapi yang aku tau dia pernah memamerkan sebuah jersey tim nasional Jerman ke saya.

Sampai suatu ketika di ulang tahun saya, kalo gak salah ingat ulang tahun ke-10, saya diberikan sebuah kado istimewa, kado yang di masa depan akan selalu kuingat dan jadi "jalan pembuka" hubungan dengan AC Milan.
Beliau memberikan sebuah topi dengan kombinasi warna merah, hitam, dan putih, dengan bordir sebuah logo di tengahnya. Di samping kiri kanan topi itu tertulis AC Milan!

Saya diceritakan oleh beliau kalo AC Milan itu adalah klub sepakbola dari Italia, klub sepakbola favoritnya. Dan dia menyebut sebuah nama dari pemain idolanya, Van Basten.
*pantesan nama anjing kesayangan di keluarga kami diberi nama Basten, mungkin ada hubungannya dengan pesepakbola idolanyaa ini. Bukan berarti si Van Basten ini disamain dengan anjing ya :) *

Mulai dari situ, tiap AC Milan berlaga di layar TV saya selalu diajak untuk sama2 menonton. Lama kelamaan saya pun jatuh hati dengan klub ini. Saat si ayah tidak sempat menonton karena harus bekerja shift malam, saya pasti bela-belain menonton dan menceritakan hasilnya keesokan hari saat beliau pulang kantor, tentu saja perjuangan menonton bola malam2 sangatlah berat untuk anak seusia SD seperti saya. Harus berantem dulu dengan si Ibu :))

Akhirnya dari waktu ke waktu, AC Milan sudah mulai "merasuk" di dalam diri. Saya sudah mengenal banyak pemain2nya, beberapa di antaranya si Oliver Bierhoff dengan sundulan mautnya, Zvnonimir Boban si playmaker ajaib, Demetrio Albertini yang larinya super kencang, sampe si kapten Paolo Maldini.

Saya resmi seorang Milanisti!

7 tahun setelah saya "mengukuhkan" diri sebagai pengagum Milan, tanggal 02 Maret 2003 akan jadi salah satu cerita yang paling menyedihkan dan akan selalu saya ingat.

Hari itu hari Minggu malam, pertandingan antara AC Milan vs Atalanta. Saya berencana nginap dan menonton di rumah nenek. Beberapa jam sebelum pertandingan disiarkan, saya masih ngobrol2 dengan si Ayah yang kebetulan malam itu bersama Ibu saya lagi di berkunjung ke rumah nenek. Kami sharing cukup banyak tentang pertandingannya, termasuk line up yang akan diturunkan. Tak ada pertanda aneh saat itu. Sampai akhirnya mereka pamit pulang ke rumah dan kami janjian nontonnya. Saya di rumah nenek, beliau di rumah kami.

Skor saat itu saya ingat berakhir 2-2, Maldini mencetak gol bunuh diri. Tepat setelah pertandingan saya buru2 tidur, takut diomelin nenek. Tak berapa lama setelah itu telpon berdering, dan dari sana suara Ibuku yang sedang menangis memberitahukan kalo Ayahku tiba2 muntah dan tak sadarkan diri. Dan ketahuan ternyata waktu beliau lagi nonton bola sambil makan duren, 1 buah utuh, seorang diri! Yang jadi masalah, sudah beberapa hari beliau memang lagi kurang sehat. Tekanan darahnya lagi tinggi, dan akhirnya makin parah dari efek duren yang beliau makan itu.

Kami segera menuju Rumah Sakit tengah malam itu, beliau sudah di ruang ICU, tidak sadarkan diri,dengan berbagi macam selang dan perangkat2 lain di tubuhnya.

Tepat jam 6 pagi, 03 Maret 2003, beliau akhirnya dipanggil Tuhan. Saya amat terpukul, kehilangan kepala keluarga, kehilangan panutan. Di sisi lain dari semua itu, saya kehilangan seorang teman untuk berbagi tentang serunya cerita klub favorit kami, AC Milan.

Di samping jasad beliau yang sudah membujur kaku saat itu, dengan berlinang air mata, saya masih menyempatkan untuk sharing terakhir kalinya dengan beliau. Saya bercerita tentang bagaimana pertandingan semalam, dan kecewanya saya dengan gol bunuh diri yang dicetak Maldini, saya yakin beliau pun merasakan yang sama saat itu. Saya sangat menyesal tidak menonton pertandingannya bersama beliau sebelum beliau pergi selama-lamanya, seperti yang dari dulu kami lakukan.

Beberapa bulan setelahnya, AC Milan seperti menghadiahkan kado penghiburan buatku, penghiburan buat arwah beliau yang saya percaya juga menonton dari atas sana. Ya, Milan menjadi juara Liga Champion setelah mengalahkan Juventus di partai final dalam adu penalti. Setelah Shevchenko mencetak gol penentu, suara kegirangan saya yang lagi nonton sendiri saat itu didengar oleh adik saya yang paling bungsu, Ino, umur 11 bulan, dia terbangun, dan tanpa saya sadari saya menggendong dia dan kami merayakan kemenangan itu sama2 di ruang tengah. Ajaibnya dia tidak rewel, tidak nangis sama sekali, Si Ibu yang liatinnya juga cuma bisa tersenyum dan geleng2 ngliatin tingkah 2 bocah lelakinya yang joget2 gak jelas jam 4 subuh.

Sambil masih menggendong Ino, saya berucap dalam hati, "Pak, AC Milan kita menang Champion, tersenyumlah di sana ya. FORZA Milan!"

Seperti itulah sedikit cerita saya tentang salah satu "warisan" yang ditinggalkan almarhum Ayah untuk saya, yang sampai selamanya, sampai mati, seperti beliau, akan selalu kubawa dan kuagungkan.

AC MILAN!